Kamis, 23 April 2020

Penyebab-penyebab Kemiskinan

Kabid Dikdas
Kemiskinan tidak disebabkan oleh faktor tunggal, dan juga tidak terjadi secara linier. Sebaliknya, kemiskinan bersifat majemuk dan disebabkan oleh multi faktor yang saling terkait satu dengan yang lain. Secara prinsip ada tiga faktor penyebab kemiskinan, yaitu faktor struktural, faktor kultural, dan sumberdaya alam yang terbatas (Mubiyarto, 1993; Sumodiningrat 1998; Rocman, 2010; Handoyo, 2010).

Faktor struktural penyebab kemiskinan berupa:
  1. (Struktur sosial masyarakat yang menyebabkan sekelompok orang berada pada lapisan miskin. Keluarga miskin dengan kepemilikan lahan yang sempit, atau bahkan tidak punya sama sekali. Anak-anak yang lahir dari keluarga seperti ini, sejak awal sudah mewarisi kemiskinan tersebut. Mereka sulit mendapatkan akses untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan untuk memperbaiki kualitas diri dan hidupnya sehingga jatuh dalam situasi kemiskinan yang tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya.
  2. Praktek ekonomi masih jauh dari nilai-nilai moral Pancasila yang bertumpu pada kebersamaan, kekeluargaan, dan keadilan. Dalam praktek kehidupan lebih mengarah pada praktek ekonomi pasar bebas yang mengagungkan kompetisi dan individu dari pada kebersamaan, kekeluargaan, dan masih jauh dari nilai keadilan.
  3. Pasal 33 UUD 1945 masih belum efektif untuk diterjemahkan dalam peraturan organik yang lebih operasional untuk mengatur praktek kegiatan ekonomi. Undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai turunan dari pasal 33 tersebut masih dibutuhkan. Sejumlah Undang-Undang Organik dan peraturan telah dibuat oleh lembaga tinggi negara yang berkompeten. Namun, bukan berarti permasalahannya selesai dengan Undang-Undang Organik tersebut. Kenyataanya masih muncul berbagai masalah yang berdampak pada potensi peningkatan jumlah penduduk miskin. Pengelolaan sumber daya air, tambang dan gas yang kurang baik dapat menimbulkan jumlah penduduk miskin. Sebagai contoh sumber daya air yang tidak terkelola dengan baik menyebabkan air sungai tercemar. Pada hal selama ini sungai menjadi sumber air keluarga, terutama bagi rumah tangga miskin. Tidak berfungsinya air sungai sebagai sumber air bersih menyebabkan rumah tangga miskin membeli air bersih, setidahnya untuk minum, atau terpaksa mengkonsumsi air yang tercemar tersebut. Sebagai akibatnya mereka mengeluarkan biaya hidup untuk membeli air. Hal itu akan menambah jumlah kemiskinan penduduk. Sumber daya alam yang melimpah tidak otomatis dapat mensejahterakan penduduk sekitar. Kasus tambang di Papua menggambarkan realitas itu. Tambang emas, tembaga yang sangat besar itu belum dapat mengentaskan kemiskinan penduduk sekitar dan membebaskan dari keterbelakangan. Hal itu dapat terjadi karena: (1) nilai kontrak yang terlalu murah, (2) distribusi hasil yang belum berpihak pada kaum miskin sekitar, (3) pengelolaan yang salah.
  4. Paradigma ekonomi masih bertumpu pada ekonomi neoliberal yang kapitalistik. Dalam Peradaban global diakui bahwa pengaruh ekonomi kapitalistik demikian besar. Bahkan peradapan kehidupan umat manusia pada abad XXI ini telah dimenangkan oleh peradaban kapitalistik. Karena itu, pemikiran-pemikiran neo liberalisme, di sadari atau tidak banyak mempengaruhi kebijakakan ekonomi di Indonesia. Praktek ekonomi yang bertumpu pada modal dan pasar bebas menjadi dasar dalam aktivitas ekonomi. Sebagai contoh terbaru adalah kebijakan yang longgar terhadap keberadaan pasar modern supermaket/minimarket. Pemerintah daerah belum memiliki aturan yang jelas tentang masalah ini. Sementara dilapangan telah bergulir pembangunan supermaket tersebut demikian cepatnya. Sebagai akibatnya banyak toko-toko di pasar tradisional atau di luarnya yang mengalami penurunan pembeli, karena tidak dapat bersaing. Aturan yang telah ditetapkan jarak 500m dari pasar tradisional, ternyata tidak dapat berjalan efektif.
  5. Konsistensi terhadap nilai-nilai moral Pancasila yang masih kurang. Pancasila merupakan seperangkat nilai-nilai luhur dan mulia yang menggambarkan hubungan mausia dengan Tuhan, Manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam. Jabaran nilai-nilai luhur tersebut tersurat dan tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila mengajarkan praktek ekonomi yang demokratis, berkeadilan, efisien, dan berkelanjutan, dan menempatkan posisi negara sebagai entitas yang penting sebagai regulatator dan eksekutor. Namun, kenyataanya praktek ekonomi lebih berpihak kepada ekonomi modal besar dari pada rakyat. Nasib ekonomi kerakyatan menjadi kurang jelas, dan kurang berkelnjutan.
Faktor kultural penyebab kemiskinan berupa:
  1. Penyakit individu (patologis) yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
  2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
  3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
  4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
Faktor sumberdaya alam yang terbatas berupa:
  1. Tanah yang semakin tandus dan terkontaminasi bahan kimia.
  2. Curah hujan yang rendah hingga kering.
  3. Wilayah tambang yang sudah tinggal sisa-sisa.
  4. Kepemilikan lahan yang semakin menyempit dan hanya bekerja sebagai buruh tani.